Jumat, 21 Maret 2014

Penalaran, Deduktif, Induktif

Penalaran Studi Kasus
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengankonklusi (consequence).
nalar, menurut kamus bahasa Indonesia, artinya ; pertimbangan tertentu tentang baik dan buruk, akal budi, aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis, jangkauan pikir, kekuatan pikir.
Jadi bernalar atau menggunakan penalaran, artinya berpikir logis. Sedangkan penalaran artinya cara menggunakan nalar atau pemikiran logis.

Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.


Konsep dan simbol dalam model penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

Syarat Syarat Kebenaran dalam Penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

PENALARAN DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
A. Pengertian dan Jenis Penalaran
Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).
Secara umum, ada dua jenis penalaran atau pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif.
1. Penalaran Induktif dan Coraknya
Penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang umum.
Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:
a. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu. Generalisasi diturunka dari gejala-gejala khusus yang diperoleh melalui pengalaman, observasi, wawancara, atau studi dokumentasi. Sumbernya dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat ahli, peristiwa-peristiwa politik, sosial ekonomi atau hukum. Dari berbagai gejala atau peristiwa khusus itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan atau perasaan tertentu.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara generalisasi adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan pengalaman, seorang ibu dapat membedakan atau menyimpulkan arti tangisan bayinya, sebagai ungkapan rasa lapar atau haus, sakit atau tidak nyaman.
2) Berdasarkan pengamatannya, seorang ilmuwan menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau, kucing, harimau, gajah, rusa, kera adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu menghasilkan turunannya melalui kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat generalisasi bahwa semua binatang menyusui mereproduksi turunannya melalui kelahiran.
b. Analogi
Analogi adalah suatu proses yag bertolak dari peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini adalah kesamaan karakteristik di antara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan ”Apa yang berlaku pada satu hal, akan pula berlaku untuk hal lainya”. Dengan demikian, dasar kesimpula yang digunakan merupakan ciri pokok atau esensial dari dua hal yang dianalogikan.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara analogi adalah sebagai berikut:
1) Dalam riset medis, para peneliti mengamati berbagai efek dari bermacam bahan melalui eksperimen binatang seperti tikus dan kera, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan karakter anatomis dengan manusia. Dari kajian itu, akan ditarik kesimpulan bahwa efek bahan-bahan uji coba yang ditemukan pada binatang juga akan terjadi pada manusia.
2) Dr. Maria C. Diamond, seorang profesor anatomi dari University of California tertarik untuk meneliti pengaruh pil kontrasepsi terhadap pertumbuha cerebral cortex wanita, sebuah bagian otak yang mengatur kecerdasan. Dia menginjeksi sejumlah tikus betina dengan sebuah hormon yang isinya serupa dengan pil. Hasilnya tikus-tikus itu memperlihatkan pertumbuhan yang sangat rendah dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak diberi hormon itu. Berdasarkan studi itu, Dr. Diamond menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi dapat menghambat perkembangan otak penggunanya.
Dalam contoh penelitian tersebut, Dr. Diamond menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi apa yang terjadi pada tikus, akan terjadi pula pada manusia.
c. Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
Penalaran induktif dengan melalui hubungan kausal (sebab akibat) merupakan penalaran yang bertolak dari hukum kausalitas bahwa semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab akibat. Tak ada suatu gejala atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab.
Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.
Contoh:
1) Ketika seorang ibu melihat awan tebal menggantung, dia segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya. Tindakannya itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) adalah pertanda akan turun hujan (akibat).
2) Seorang petani menanam berbagai jenis pohon dipekarangannya, tanaman tersebut dia sirami, dia rawat dan dia beri pupuk. Anehnya, tanaman itu bukannya semakin segar, melainkan layu bahkan mati. Tanaman yang mati dia cabuti. Ia melihat ternyata akar-akarnya rusak da dipenuhi rayap. Berdasarkan temuannya itu, petani tersebut menyimpulkan bahwa biang keladi rusaknya tanaman (akibat) adalah rayap (sebab).
2. Penalaran Deduktif dan Coraknya
Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.
Contoh :
Semua makhluk hidup akan mati
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan mati.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari keyakina atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga. Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dari pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi. Premis mayor mengandung term mayor dari silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis yang dianggap bear bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis minor mengandung term minor atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menuntuk sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu. Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Premis mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.
b. Entinem
Entiem adalah suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.
Contoh:
Berangkat dari bentuk silogisme secara lengkap:
Premis mayor : Semua renternir adalah penghisap darah dari orang yang
sedang kesusahan
Premis minor : Pak Sastro adalah renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro adalah peghisap darah orang yag
kesusahan.
Kalau proses penalaran itu dirubah dalam bentuk entinem, maka bunyinya hanya menjadi ”Pak Sastro adalah renternir, yang menghisap darah orang yang sedang kesusahan.”B. Hubungan Menulis Karya Ilmiah dengan Penalaran
Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Atas dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
1. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2. Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah
3. Sosok tampilannya sesuai da telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting dalam proses melahirkan sebuah karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Oleh karena itu, dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir keilmuan yang menggabungkan cara berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama sekali tidak dapat ditinggalkan.
Metode berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai dengan adanya:
1. Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan
2. Dukungan fakta empirik
3. Analisis kajia yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap permasalahan yang dikaji.
C. Salah Nalar, Pengertian dan Macamnya
Salah nalar (reasioning atau logical fallacy) adalah kekeliruan dalam proses berpikir karena keliru menafsirkan atau menarik kesimpulan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor emosional, kecerobohan atau ketidaktahuan.
Contoh sederhana:
Seseorang mengatakan, ”Di sekolah, Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang terpenting. Tanpa menguasai Bahasa Indonesia seorang siswa tidak mungkin dapat memahami mata pelajaran lainnya dengan baik.”
Pernyataan tersebut tidaklah tepat. Bahwa Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran penting, memang benar. Tetapi kalau dikatakan terpenting, tampaknya perlu dipertanyakan.
Salah tafsir dapat terjadi karena kekeliruan induktif, deduktif, penafsiran relevansi dan peggunaan otoritas yang berlebihan.
Salah nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam:
1. Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yag terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a. Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang teribat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.
b. Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Contoh: Semua pejabat pemerintah korup; Para remaja sekarang rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa pamrih; dan sebagainya.
2. Kerancuan analogi
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial (pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”
3. Kekeliruan kasualitas (sebab akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan menentukan sebab.
Contoh:
a. Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan
4. Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan. Corak kesalahan ini dapat dirinci menjadi 3 (tiga) macam:
a. Pengabaian persoalan (ignoring the question)
Contoh:
Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal itu.
b. Penyembunyian persoalan (biding the question)
Contoh:
Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi kecuali pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
c. Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan pendapat tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat yang disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara benar atau persoalan yang terjadi.
5. Penyandaran terhadap prestise seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.
Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi rambu-rambu sebagai berikut:
a. Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
b. Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang dibahas.
c. Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya
Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.
Proses Nalar dan Penalaran
            Proses nalar merupakan proses berpikir yang sistemik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Dari proses bernalar, maka penalaran dibagi atas ;
Penalaran induktif yaitu proses penalaran untuk menarik kesimpulan dari prinsip/sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus (induksi)
Penalaran deduktif, kebalikan dari penalaran induktif yaitu; menarik kesimpulan dari prinsip/sikap yang berlaku khusus berdasarkan fakta-fakta yang umum (deduktif).


Deduktif Studi Kasus

Contoh penalaran deduktif :
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argument. Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

Contoh klasik dari penalaran deduktif:
Semua manusia pasti mati (premis mayor)
Sokrates adalah manusia. (premis minor)
Sokrates pasti mati. (kesimpulan)
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat. Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif.

Logika Deduktif

Dalam kajian logika deduktif, secara umum macam-macam definisi dibedakan menjadi tiga, yaitu:Definisi nominalis, yaitu ‘definisi yang menjelaskan sebuah istilah’. Definisi nominalis dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) definisi sinonim, yaitu penjelasan dengan memberi arti persamaan dari istilah yang didefinisikan. Contoh: Valid adalah ‘sahih’; Sawah-ladang adalah ‘lahan pertanian terbuka’, Universitas adalah lembaga pendidikan tinggi tempat mendidik mahasiswa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan sebagainya; (2) definisi simbolik, yaitu penjelasan dengan memberikan persamaan dari istilah berbentuk simbol-simbol. Contoh, ( p => q ) = df – ( p Λ – q ), di baca, Jika p maka q, didefinisikan non (p dan non q); dan (3) definisi etimologis, yaitu penjelasan istilah dengan memberikan uraian asal usul istilah atau kata tersebut. Contoh. pengertian kata ‘filsafat’ berasal dari bahwa Yunani terdiri dari kata ‘philein’ yang berarti cinta dan ‘sophia’ yang berarti kebijaksanaan, dan sebagainya.
Definisi realis, yaitu ‘penjelasan tentang sesuatu atau hal yang ditandai oleh suatu istilah’. Definisi realis dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) definisi essensial, yaitu penjelasan dengan cara menguraikan bagian penting atau mendasar tentang sesuatu hal yang didefinisikan. Contoh, definisi ‘manusia’, adalah makhluk yang mempunyai unsur jasad, jiwa dan ruh; Definisi ‘nilai’, adalah sesuatu yang diagungkan atau dijadikan pedoman hidup; (2) definisi deskriptif, yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki oleh sesuatu yang didefinisikan. Contoh, Bangsa Indonesia adalah ‘bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan’, dan sebagainya.
Definisi praktis, yaitu ‘penjelasan tentang sesuatu istilah atau kata dari segi manfaat dan tujuan yang hendak dicapai’. Contoh: (1) ‘filsafat’ adalah ‘pemikiran secara kritis, sistematis, rasional, logis, mendalam dan menyeluruh untuk mencari hakikat kebenaran’; (2) ‘Universitas atau Institut’ adalah lembaga pendidikan tinggi untuk mendidik dan mencetak sarjana yang berkualitas yang berguna bagi masyarakat’ (Mundiri, 1994; Maram.R.R. 2007).
Ciri-ciri dari logika deduktif adalah:
Analitis
Kesimpulan daya tarik hanya dengan menganalisa proposisi-proposisi atau premis-premis yang sudah ada
Tautologies
Kesimpulan yang ditarik sesungguhnya secara tersirat sudah terkandung dalam premis-premisnya
Apirori
Kesimpulan ditarik tanpa pengamatan indrawi atau operasi kampus.
Argument deduktif selalu dapat nilai sahih atau tidaknya.
Penyimpulan deduktif, yaitu pengambilan kesimpulan dari prinsip atau dalil atau kaidah atau hukum menuju contoh-contoh (kesimpulan dari umum ke khusus). Contoh: (a) – Setiap agama mengakui adanya Tuhan; – Budiman pemeluk agama Islam; – Jadi, Budiman mengakui (beriman) kepada Tuhan Yang Esa; (b) – Universitas Gadjah Mada mempunyai beberapa fakultas dan program studi; – Ani mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; – Jadi, Ani mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Logika deduktif bisa berbahaya apabila salah dalam mengambil/menyusun kesimpulan. Sebagai contoh:
-          Pasir adalah material dasar sungai (premis major)
-          Lempung adalah material dasar sungai (premis minor)
-          Lempung adalah pasir (kesimpulan)
-          Semua karyawan di PT. Anaconda mempunyai IQ tinggi (premis major)
-          Komar bukan karyawan di PT. Anaconda (premis minor)
-          Komar tidak ber-IQ tinggi (kesimpulan)
Pengertian logika deduktif adalah ‘sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya (form) serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian yang diturunkan dari pangkal pikiran yang jernih atau sehat’. Atau logika deduktif adalah ‘suatu ilmu yang mempelajari asas-asas atau hokum-hukum dalam berfikirm hokum-hukum tersebut harus ditaati supaya pola berfikirnya benar dan mencapai kebenaran’ (Sudiarja, dkk., 2006; Copi, I.M. 1978).
Dalam kajian logika deduktif, secara umum macam-macam definisi dibedakan menjadi tiga, yaitu:Definisi nominalis, yaitu ‘definisi yang menjelaskan sebuah istilah’. Definisi nominalis dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) definisi sinonim, yaitu penjelasan dengan memberi arti persamaan dari istilah yang didefinisikan. Contoh: Valid adalah ‘sahih’; Sawah-ladang adalah ‘lahan pertanian terbuka’, Universitas adalah lembaga pendidikan tinggi tempat mendidik mahasiswa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan sebagainya; (2) definisi simbolik, yaitu penjelasan dengan memberikan persamaan dari istilah berbentuk simbol-simbol. Contoh, ( p => q ) = df – ( p Λ – q ), di baca, Jika p maka q, didefinisikan non (p dan non q); dan (3) definisi etimologis, yaitu penjelasan istilah dengan memberikan uraian asal usul istilah atau kata tersebut. Contoh. pengertian kata ‘filsafat’ berasal dari bahwa Yunani terdiri dari kata ‘philein’ yang berarti cinta dan ‘sophia’ yang berarti kebijaksanaan, dan sebagainya.
Definisi realis, yaitu ‘penjelasan tentang sesuatu atau hal yang ditandai oleh suatu istilah’. Definisi realis dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) definisi essensial, yaitu penjelasan dengan cara menguraikan bagian penting atau mendasar tentang sesuatu hal yang didefinisikan. Contoh, definisi ‘manusia’, adalah makhluk yang mempunyai unsur jasad, jiwa dan ruh; Definisi ‘nilai’, adalah sesuatu yang diagungkan atau dijadikan pedoman hidup; (2) definisi deskriptif, yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki oleh sesuatu yang didefinisikan. Contoh, Bangsa Indonesia adalah ‘bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan’, dan sebagainya.
Definisi praktis, yaitu ‘penjelasan tentang sesuatu istilah atau kata dari segi manfaat dan tujuan yang hendak dicapai’. Contoh: (1) ‘filsafat’ adalah ‘pemikiran secara kritis, sistematis, rasional, logis, mendalam dan menyeluruh untuk mencari hakikat kebenaran’; (2) ‘Universitas atau Institut’ adalah lembaga pendidikan tinggi untuk mendidik dan mencetak sarjana yang berkualitas yang berguna bagi masyarakat’ (Mundiri, 1994; Maram.R.R. 2007).
Ciri-ciri dari logika deduktif adalah:
Analitis
Kesimpulan daya tarik hanya dengan menganalisa proposisi-proposisi atau premis-premis yang sudah ada
Tautologies
Kesimpulan yang ditarik sesungguhnya secara tersirat sudah terkandung dalam premis-premisnya
Apirori
Kesimpulan ditarik tanpa pengamatan indrawi atau operasi kampus.
Argument deduktif selalu dapat nilai sahih atau tidaknya.
Penyimpulan deduktif, yaitu pengambilan kesimpulan dari prinsip atau dalil atau kaidah atau hukum menuju contoh-contoh (kesimpulan dari umum ke khusus). Contoh: (a) – Setiap agama mengakui adanya Tuhan; – Budiman pemeluk agama Islam; – Jadi, Budiman mengakui (beriman) kepada Tuhan Yang Esa; (b) – Universitas Gadjah Mada mempunyai beberapa fakultas dan program studi; – Ani mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; – Jadi, Ani mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Logika deduktif bisa berbahaya apabila salah dalam mengambil/menyusun kesimpulan. Sebagai contoh:
-          Pasir adalah material dasar sungai (premis major)
-          Lempung adalah material dasar sungai (premis minor)
-          Lempung adalah pasir (kesimpulan)
-          Semua karyawan di PT. Anaconda mempunyai IQ tinggi (premis major)
-          Komar bukan karyawan di PT. Anaconda (premis minor)
-          Komar tidak ber-IQ tinggi (kesimpulan)

Metode Deduktif

Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial

Induktif Studi Kasus

Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf Induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis. Pengembangan tersebut yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab akibat bisa juga akibat sebab.
Contoh paragraf Induktif:
Pada saat ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat seperti brigdensshafel muter, salsa (dan Kripton), free dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.
Contoh generalisasi:
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
            Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.



Logika Induktif
Logika induktif adalah ‘sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi’
Pemakaian logika induktif ini berbahaya karena bisa terjadi terlalu cepat mengambil kesimpulan yang berlaku umum, sementara jumlah kasus yang digunakan dalam premis kurang memadai. Selain itu pula, kemungkinan premis yang digunakan kurang memenuhi kaedah-kaedah ilmiah.
Ciri-ciri logika induktif antara lain:
Sintesis
Kesimpulan ditarik dengan mensintesakan kasus-kasus yang digunakan dalam premis-premis.
General
Kesimpulan yang ditarik selalu meliputi jumlah kasus yang lebih banyak
Aposteriori
Kasus-kasus yang dijadikan landasan argumen merupakan hasil pengamatan inderawi
Kesimpulan tidak mungkin mengandung nilai kepastian mutlak (ada aspek probabilitas)
Secara umum, logika induktif sulit untuk dibuktikan kebenaran/ke-reliable­-annya dilihat dari ciri-cirinya.
Sebagai contoh:
Strong Inductive/Induktif kuat
-          Besi (logam) apabila dipanaskan memuai
-          Perunggu (logam) apabila dipanaskan memuai
-          Perak (logam) apabila dipanaskan akan memuai
-          Jadi, logam (besi, perunggu, perak) apabila dipanaskan akan memuai.
Buktinya sangat kuat. Hampir semua logam bila dipanaskan akan memuai.
Weak Inductive/Induktif lemah
-          Apel di Toko A rasanya manis
-          Apel di Toko B rasanya manis
-          Apel di Toko C rasanya manis
-          Jadi, semua apel rasanya manis.
Buktinya lemah. Tidak semua apel rasanya manis, karena ada juga apel yang rasanya masam.
Dari contoh di atas antara Strong Inductive dan Weak Inductive, bisa diambil kesimpulan bahwa logika induktif bisa menjadi reliable ketika kebanyakan orang sudah pernah mengalaminya sendiri atau menurut pendapat kebanyakan orang secara global.



Sumber: